QWL, OCB,dan EE terhadap TOTAL PERFORMANCE SCORECARD

QUALITY WORK OF LIFE AND ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP  BEHAVIOR AS DETERMINANT IN EMPLOYEE ENGAGEMENT  AND THE INFLUENCE OF COMPANY’S PERFORMANCE  IN TOTAL PERFORMANCE SCORECARD APPROACH A Survey on Perception of Head Office Division and/or Head Office Strategic of Business Unit (SBU) The State-Owned Enterprises (SOE) in Indonesia

 

Beberapa permasalahan operasional BUMN di antaranya: (1) BUMN dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih perlu peningkatan, belum banyak yang mau menyediakan pelayanan purna jual, perlu perbaikan mutu baik produk barang maupun produk jasa, dan masalah distribusi; (2) Masalah efisiensi produksi dan produktivitas sering terjadi dalam hal rendahnya utilitas, pengurangan (susut) baik susut teknis, distribusi, maupun karena faktor lain; (3) Masalah pemeliharaan kontinuitas produksi, kurangnya pemeliharaan sarana dan prasarana serta seringnya penggantian (Replacemant) sarana dan prasarana padahal yang lama masih layak pakai; (4) Masalah Inovasi Produk Baru, belum tumbuhnya kreativitas dalam meningkatkan kualitas produk sesuai dengan kebutuhan konsumen dan kurangnya penciptaan produk-produk baru.
Selanjutnya temuan penting lainnya dari studi pendahuluan tersebut adalah: (1) Masalah peningkatan kualitas SDM, banyak pegawai yang memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, namun terbentur dengan posisi yang tidak sesuai dengan bidang pekerjaannya, pengikutsertaan pegawai dalam pelatihan masih menerapkan sistem senioritas. Belum seimbangnya antara kualitas dan kuantitas sebagai akibat dari overstaffing dan pola recruitment yang kurang baik, rendahnya tingkat efektivitas system career path planning dan reward and funishment; (2) Masalah Research and Development, tidak banyak BUMN menggunakan metode yang benar-benar baru, dan masih kurangnya perhatian terhadap riset. Kalaupun ada hasil riset hanya sebagai pajangan dalam perpustakaan.

Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi entitas bisnis yang berkepentingan untuk meningkatkan daya saingnya, karena sumber daya yang kaya, siap digunakan, penting, mengalami peningkatan nilai dan tidak mengalami depresiasi dari suatu organisasi adalah SDM. Bagaimanapun sebuah perusahaan tidak hanya terdiri dari uang tetapi juga terdiri dari manusia, proses dan sistem sehingga untuk reinvestasi suatu perusahaan perlu memperkirakan human capital sebagai sumber strategis yang paling penting (Armstrong, 2004; Martin, 2006; Cartoon dan Hofer, 2006).

Hal yang sejatinya menjadi perhatian:

  1. Masalah hasil pelaksanaan penugasan pemerintah, ketidaksesuaian tingkat efisiensi dengan tingkat sasaran dan perhatian manajemen terhadap keberhasilan penugasan belum memadai;
  2. Masalah Kepedulian terhadap Lingkungan, belum berhasilnya melaksanakan analisis dampak lingkungan (AMDAL) secara baik dan lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya.

Hal tersebut menunjukkan kinerja operasional BUMN yang belum memadai.

Kinerja BUMN yang belum memadai ini antara lain bersumber dari sistem dalam pengelolaan yang tidak ditunjang dengan pemberian otonomi pada pengelolanya. Secara individual banyak orang (karyawan) BUMN berjiwa professional, namun karena tidak ditunjang dengan sistem dan otonomi yang baik, akhirnya BUMN tidak dapat diandalkan untuk berperan secara optimal.
Bila kinerja BUMN ini tidak diperbaiki, maka harapan akan pentingnya peran yang dibebankan pada BUMN akan sulit untuk dapat dicapai secara optimal. Upaya untuk memperbaiki kinerja/kesehatan BUMN memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja.

Berbagai pendekatan penilaian kinerja telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara tahun 1984-2000 seperti:

  1. Measuring Organizational Performance in The Objective Measures dari Dess dan Robinson (1984);
  2. Lingking Corporate Return Measure to Stock Price dari Rawley dan Lipson (1985);
  3. Measuring Strategic Performance dari Chakravarthy (1986);
  4. Measurment of Business Economic Performance: an examination of Method convergence dari Venkatraman dan Ramanujam (1987);
  5.  A comparison of method and sources for obtaining estimates of new venture performance dari Brush dan Vanderwerf (1992);
  6.  Measures of entrepreneurial value creation: an Investigation of the impact of strategy and industry structure on the economic performance of independent new ventures dari Robinson, K.C (1995);
  7. Measuring Performance entrepreneurship research dari Murphy, Trailer, dan Hill (1996);
  8. Balanced Scorecard dari Kaplan dan Norton (1996);
  9. Organizational Responses to Complexity: The Effect on Organizational Performance dari Asmos, Ducho, and Daniel (2000);
  10. The Return on Investment of Human Capital: Measuring Value of Employee Performance dari Fitz-enz, Zac (2000).

Demikian juga antara tahun 2001-2005 seperti:

  1. (1) Financial performance measuring of cost capital, valuation and shareholder value dari Bertonech, Marc, and Rory Kinght (2001);
  2. (2) Strategi meningkatkan kinerja perusahaan guna mencapai keunggulan melalaui strategi focus dari Norton dan Kaplan (2001);
  3. (3) The Performance Prism: The Scorecard for Measuring and Managing Business Success dari Neely, Ainsworth, Smith, dan Millership (2002);
  4. (4) Managing Performance Managing People Adams, and Kennerley (2002);
  5. (5) The Performance Appraisal Grote, Dick (2002);
  6. (6) Corporate Governace dari Monks dan Minow (2003);
  7. (7) The way to a Highly Engage and Hapy workforce based on the Performance Scorecard and Personal Balanced Scorecard dari Rampersad (2003) meneliti tentang Kinerja Perusahaan tidak hanya ditentukan oleh keseimbangan Kinerja organisasi dan kinerja personal, tetapi juga harus didukung oleh manajemen komptensi, manajemen kualitas terpadu (TQM), manajemen siklus proses; dan
  8. (8) Wallace dan Zinkin (2005), meneliti tentang Mastering Business in Asia Corporate Governace, hasil temuannya senada dengan penelitian Monks dan Minow yang menunjukkan 10 indikator penentu kinerja korporat, yaitu: (1) Aktivitas operasi internal (Internal Operating Activities), (2) modal kecerdasan dan pembelajaran perusahaan (Intelectual capital and Corporate learning), Kemampuan perusahaan untuk inovasi dan respon dari pasar (Corporate capacity to innovate and responds to markets), Kualitas produk barang/jasa dan acceptance pasar (Product/service quality and market acceptance); (5) hubungan pelanggan (Customer relation); (6) Hubungan investor (Investors relation); (7) relasi bisnis dan pemangku kepentingan (Relationship with partners dan others stakeholders); (8) hubungan masyarakat (Public relation); (9) lingkungan, kesehatan dan keselamatan (Environment, health and safety practices); dan (10) Keuangan (Finance).

Kaplan dan Norton (2006) meneliti tentang the execution premium: Lingking Strategy to Operation for Competitive advantage, berkesimpulan bahwa terdapat 6 (enam) faktor strategi focus untuk mencapai keunggulan, yaitu: Develop the strategy, Plan the strategy, align organizational unit and employee, Develop the operation plan, Monitor and learn through operation and strategy review meeting, test and adpt the strategy.

Selanjutnya Carton dan Hofer (2006) meneliti tentang Measuring organizational Persformance; dan diikuti oleh Goll, Johnson, dan Rasheed (2007) meneliti tentang Human Factor (HF), Organizational Justice (OJ) and Perceived Organizational Effectiveness (OE) berkesimpulan Terdapat hubungan antara HF dan OE dimoderasi oleh OJ. HF berhubungan dengan OE di kedua negara. Namun, hubungan antara berbagai komponen HF dan OE adalah berbeda di kedua negara. Di Ghana, hanya Human Quality (HQ) dan Capital Asset (CA) memiliki hubungan positif dengan OE. Management Quality (MQ) dan HC yang mengejutkan negatif hubungannya dengan OE. Temuan ini menunjukkan bahwa kepemilikan, kualifikasi pendidikan dan keterampilan teknis, keahlian dan pengalaman atau apa yang kita sebut HC saja tidak cukup untuk meningkatkan efektivitas organisasi.

Rampersad (2008) meneliti tentang Authentic Personal Branding: A New Bluprint for Building aligning a powerfull leadership brand Merk berkesimpulan bahwa pribadi selalu ada, merek pribadi dapat diciptakan dan dikembangkan, organisasi memiliki merk yang menjadi budayanya, menyelaraskan merk perusahaan dengan merek individu menjadi agenda utama.

Kenyataan bahwa era globalisasi, teknologi informasi serta persaingan yang luas dan tajam merupakan pemicu (performance driver) bagi setiap korporat bisnis untuk dapat survive dan bersaing, sehingga memerlukan SDM yang unggul (champion), artinya SDM yang tidak hanya melakukan tugas rutin yang diperintahkan (do able) tetapi juga yang dapat menyerahkan hasil (deliverable) berupa nilai tambah (value added) kepada organisasi bisnis untuk menjadi kapabel (Cameron, 2006; Barney dan Clark, 2007; Becker, Huselid, dan Urlich, 2009; Çakar dan Erturk, 2010).

Hasil peneltian tentang kinerja telah banyak dilakukan, 10 tahun ke belakang menunjukkan bahwa organisasi (perusahaan) dalam mengevaluasi kinerja mereka sangat bergantung pada penilaian tehadap faktor keuangan, namun 10 tahun terakhir faktor human capital menjadi sangat penting dan menjadi faktor determinan dalam memprediksi perilaku karyawan dan kinerjanya, seperti kesimpulan: (1) Osroff (Luthans dan Peterson, 2006) terdapat hubungan signifikan positif antara perilaku kognitif karyawan dengan kinerja; (2) Barrick dan Mount (Luthans dan Peterson, 2006) terdapat hubungan antara kepribadiaan dengan kinerja; dan (3) terdapat hubungan antara emosi dengan kinerja (Staw, Sutton dan Pelled dalam Luthans dan Peterson, 2002; Cameron, 2006).

Organisasi (Perusahaan) telah berupaya dengan berbagai pendekatan untuk menilai kinerjanya dengan menggunakan sebuah sistem, misalnya (1) Sistem Penilaian Kinerja Karyawan, yang biasa disebut dengan Employee Performance Scorecard; (2) Sistem dengan pendekatan The Personal Balanced Scorecard (PBSC); (3) The Organizational Balanced Scorecard; (4) Total Quality Management; (5) Comptence Management; (6) Learning Circle (Norton dan Kaplan, 1982-1996, 2001, 2006; Rampersad, 2008; Becker, Huselid, dan Dave Urlich, 2009). Carton dan Hofer (2006) mengklasifikasi penilaian kinerja organisasi dengan 5 pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan Akuntansi (The Accounting Perspective); (2) Pendekatan Penilaian Berimbang (The Balanced Scorecards Perspective); (3) Pendekatan Kewirausahaan (The Entrepreneurship Perspective); dan (4) Pendekatan Manajemen Strategi (The Strategic Management Perspective); dan (5) Pendekatan Ekonomi Mikro (The Microeconomic Perspective). Selanjutnya suatu pendekatan dikemukakan oleh Rampershad (2003, 2005, 2006), yaitu pencapaian nilai kinerja terpadu (Total Performance Scorecard).

Total Performance Scorecard merupakan salah satu pendekatan yang sistematis dalam peroses menilai kinerja melalui perbaikan, pengembangan, dan pembelajaran yang berkesinambungan, melalui tahapan, dan rutin, yang terpusat kepada perbaikan kinerja pribadi dan organisasi secara berkelanjutan. Perbaikan, pembelajaran, dan pengembangan merupakan tiga kekuatan mendasar dalam konsep manajemen terpadu. Ketiganya terkait erat dan harus dijaga kesinambungannya (Rampersad, 2008). Hal ini cukup beralasan, manajemen setiap organisasi mulai menyadari bahwa perbaikan, pengembangan, dan pembelajaran diperlakukan sebagai proses etis bersiklus di mana pengembangan kemampuan pribadi dan organisasi serta keterlibatan batin harus saling mengikat. Konsep Total Performance Scorecard membantu menjawab kesadaran tersebut, melalui konsep ini, kekuatan Balanced Scorecard, Total Quality Management, dan Competence Management telah diperluas dan diperdalam dengan wawasan manajemen baru.

Konsep TPS mencakup sebuah filosofi dan seperangkat aturan yang membentuk dasar bagi perbaikan proses bersinambung dan perbaikan pribadi karyawan perorangan. Meskipun di dalamnya membahas perubahan organisasi, konsep ini pertama-tama diawali dengan pandangan akan perlunya perubahan perilaku perorangan dan perilaku bersama yang dihasilkan oleh pembelajaran. Konsep ini merupakan pendekatan “dari dalam ke luar” yang menggunakan intisari jati diri perorangan sebagai titik awal.

Fenomena TPS ini dalam BUMN dapat dilihat dari :

  1. guna mencapai keseimbangan nilai individu belum banyak dilakukan dalam hal perbaikan yang berkesinambungan, misi pribadi, dan peran kunci pribadi;
  2.  guna mencapai keseimbangan nilai oragnisasi belum banyak dilakukan upaya perbaikan dan pengendalian proses bisnis yang berkesinambungan, pengembangan strategi, dan tidak fokus pada pencapaian daya saing bagi perusahaan;
  3.  manajemen kualitas yang terintegrasi belum banyak dilakukan upaya perbaikan proses produksi yang berkesinambungan, mengeliminir pemborosan, perbaikan kualitas, pengembangan keterampilan, dan efisiensi biaya produksi;
  4. manajemen kompetensi belum banyak dilakukan upaya dalam proses pengembangan potensi dan potensi karyawan yang berkesinambungan, dan
  5. Proses Perputaran seperti pembenahan terhadap proses bisnis, keterampilan, dan perilaku pribadi karyawan individu berdasarkan pembelajaran belum banyak dilakukan.

Hasil penelitian LBA Consulting Group mengenai faktor-faktor yang paling berkontribusi pada penciptaan dan pemeliharaan keunggulan organisasi. Penelitian ini dilakukan selama lebih dari 25 tahun dengan mengamati berbagai organisasi yang berhasil dan langgeng, serta yang gagal dan kemudian palilit lalu mati.

Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat 6 kondisi SDM yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. Budaya yang berorientasi pada kinerja;
  2. Rendahnya tingkat keluar-masuk (Turnover) karyawan;
  3. Tingkat kepuasan karyawan yang relatif tinggi; (4) Kaderisasi SDM yang bertalenta;
  4. Efektifnya investasi yang berupa balas jasa dan pengembangan SDM; dan
  5. Proses seleksi karyawan dan evaluasi kinerja yang berbasis kompentensi (Rampershad, 2003, 2005, 2008).

Hasil penelitian tersebut juga berkesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan kemampuan dalam mencapai keunggulan yang berkelanjutan, perusahaan harus melakukan upaya strategis, terpadu dan menyeluruh terhadap sumber daya manusia yang dimilikinya. Salah satu kondisi yang diduga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan untuk tetap bersaing secara keberlanjutan (sustainability) melalui pendekatan Total performance scorecard adalah kualitas kehidupan kerja (Quality Work of Life/QWL), peran ekstra karyawan dalam organisasi (Organizational Citizenship Behavior/OCB), keterikatan karyawan (Employee Engagement/EE).